TAMPIL MENARIK & GAYA TAPI TETAP ISLAMI DENGAN JILBAB DAN BUSANA TERTUTUP
Selasa, 22 November 2011
Sabtu, 19 November 2011
Pandangan Agama terhadap Kesucian dan Hijab
salah satu tanda utama kesucian adalah hijab. Rasa malu, kesucian, dan hijab adalah tiga ihwal yang saling berkaitan erat. Hijab dibangun di atas landasan kesucian, sementara kesucian bersandarkan malu. Sejatinya, rasa malu merupakan pencerminan dari kecendrungan fitrah manusia untuk mengenakan pakaian. Dalam diri manusia, terdapat daya penahan dan pemandu yang disebut malu. Daya ini bisa mencegah manusia dari pelbagai perbuatan yang tidak etis. Terkait hal ini, Al-Quran dalam surat Al-A'raf, ayat 22, mengangkat masalah malu lewat kisah nabi Adam dan Hawa, dan berkata: "Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah terlarang) dengan tipu daya. Tatkala keduanya, telah merasai buah kayu itu, nampakalah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga".
Secara naluriah, manusia tertarik dengan penampilan luar. Kecendrungan ini lebih kuat di kalangan perempuan. Karenanya, kesucian perempuan dalam berbusana, sejatinya merupakan perangkat pengendali hawa nafsu dan mencegah terjadinya sikap pamer diri. Di mata ahli fiqih, hijab adalah sebentuk pakaian yang dikenakan perempuan untuk menutupi tubuhnya dari pandangan lelaki non-muhrim. Allash swt dalam surat Nur ayat 31 berfirman: "Katakanlah pada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali pada suami mereka atau ayah mereka".
Busana hijab yang islami adalah busana yang bisa menutupi tubuh manusia dan terhindar dari kesan memamerkan keindahan tubuh. Jika seorang perempuan mengenakan busana hijabnya secara sempuran, sejatinya ia telah memperhatikan masalah kesucian dalam berpakaian. Hijab juga bisa meminimalisir aksi pelecehan terhadap perempuan. Dalam hadis-hadis Nabi, perempuan diibaratkan laksana wewangi harum ataupun setangkai bunga yang lembut. Karena itu, kelembutan dan kesuciannanya harus selalu terjaga. Mengenai hal ini, Allah swt dalam surat Al-Ahzab, ayat 59 berfirman: "Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuan dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya, ke suluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu".
Para ilmuan berpendapat, filosofi diperintahkannya hijab bagi kaum perempuan adalah untuk menyucikan masyarakat, memperkuat keluarga, menjaga harga diri dan posisi perempuan. Ayatollah syahid Motahhari menuturkan: "Filosofi busana muslimah bermula dari masalah yang universal dan mendasar. Islam ingin membatasi segala bentuk kelezatan seksual, baik secara visual, sentuhan maupun bentuk lainnya, hanya terbatas di lingkungan keluarga, dan dalam ikatan pernikahan resmi. Kaum perempuan diperbolehkan berkumpul dengan lelaki non-muhrim, hanya ketika bekerja dan beraktifitas sosial". Dengan demikian, hijab merupakan salah satu faktor yang bisa menciptakan masyarakat yang sehat, dan terjaga dari dekadensi moral. Sehingga manusia bisa memahami nilai-nilai luhur yang sejati dan sempurna.
Saat ini, hijab telah melampaui batas-batas budaya Timur dan Barat. Ketertarikan kaum perempuan untuk mengenakan busana hijab semakin meningkat di berbagai negara. Penulis Barat, Helen Watson, mengkaji beragam pandangan perempuan berhijab di berbagai negara dalam menyikapi fenomena baru kesadaran kaum perempuan untuk berhijab. Dalam tulisannya itu Helen mewawancarai, seorang muslimah Inggris bernama Nadia yang saat ini menjadi mahasiswi jurusan kedokteran. Sejak berumur 16 tahun, Nadia mengenakan busana muslimah. Ketika diminta komentarnya mengenai hijab, Nadia menyatakan: "Kebebasan sejati adalah saat seseorang bisa leluasa melakukan aktifitas sosialnya tanpa harus memerkan kecantikan dirinya. Menurut saya, nilai manusia iotu terletak pada pemikirannya, bukan pada pakaian lahirnya. Saya harus katakan juga, bahwa pilihan mengenakan hijab adalah keputusan pribadi saya. Bagi saya berbusana hijab, adalah simbol kesetiaan dan janji kita, sebagaimana jika kita memakai cincin pernikahan."
Sementara itu, menurut Maryam, muslimah lainnya asal Aljazair, yang telah bermukim di Perancis selama 10 tahun, dan bekerja sebagai buruh pabrik, hijab telah memberikan kebebasan yang lebih padanya di lingkungan kerja. Maryam menuturkan: "Saya adalah perempuan yang berpegang teguh pada malu dan kesucian. Mengenakan hijab, justru membuat kesulitan di tempat kerja saya menjadi lebih mudah. Pada dasarnya, hijab bukanlah ancaman bagi saya.
Helen Watson di akhir kajiannya menyimpulkan, bahwa hijab bagi Nadia dan perempuan sepertinya, merupakan simbol nyata dari iman dan akidah serta sumber kebanggaan bagi mereka. Helen dalam telaahnya itu, tak juga menemukan pandangan perempuan muslimah yang menganggap hijab sebagai masalah yang bisa merendahkan martabat kaum perempuan. Menurutnya, hijab merupakan penegasan nyata untuk menjaga nilai-nilai spritual, dan pentingnya menghidupkan kembali sistem moral. Akhirnya, Helen Watson berkesimpulan, hijab bagi mereka yang terampas hak-hak sosialnya, dan masyarakatnya mengalami krisis sosial, bisa dijadikan sebagai alat protes terhadap konsumerisme dan westernisasi.
Para ilmuan berkeyakinan, diabaikannya masalah hijab bisa menyebabkan martabat kewanitaan kaum perempuan dipertanyakan. Suatu masyarakat yang terbiasa menggunakan perempuan sebagai komoditas ekonomi, niscaya bakal mengalami krisis identitas, kebejatan moral dan berbagai masalah sosial lainnya. Gholam Ali Haddad-Adel, Ketua Parlemen Republik Islam Iran, dalam bukunya, Budaya Telanjang dan Ketelanjangan Budaya, menulis: "Mengenakan hijab secara tidak sempurna, bisa merendahkan martabat perempuan, hingga bisa menghinakkanya menjadi semacam barang dagang. Perempuan yang memamerkan tubuhnya di muka umum, sejatinya tidak lagi memperhatikan identitas kemanusiaan yang disangdangnya. Perempuan semacam itu, pada dasarnya telah menjadi tawanan bagi dirinya sendiri. Ia seperti pemilik toko yang selalu sibuk memikirkan untuk mengubah dekorasi dan etalase tokonya.
Sesungguhnya, mengabaikan hijab, justru bisa merendahkan kedudukan kaum perempuan. Beberapa waktu lalu, salah satu jalan protokol di kota Victoria, Australia, dipasang sebuah papan iklan yang menggambarkan perempuan sebagai alat pemuas seksual. Iklan tersebut sepertinya hendak mengajarkan kepada generasi muda bahwa perempuan bisa dilecehkan. Lembaga Anti-Perdagangan Perempuan Asia Pasifik dalam laporannya menyatakan: "Kini kita hidup dalam dunia bebas yang penuh dengan kebejatan moral. Dalam beberapa dekade terakhir ini kita kian dipenuhi dengan produksi komoditas seksual dan pemanfaatan perempuan sebagai alat bisnis. Selain itu, saat ini kita banyak menjumpai berbagai bentuk kebejatan moral yang bisa merendahkan martabat kaum perempuan. Tenu saja masalah ini memerlukan kajian dan telaah yang mendalam."
Institusi keluarga adalah ikatan pernikahan yang paling suci. Untuk mempertahankan institusi sosial yang paling mendasar ini, hijab dan kesucian merupakan faktor penting yang amat berpengaruh dalam mempertahankan keberadaan institusi keluarga. Para ilmuan sosial meyakini, sikap memegang teguh akidah dan hukum agama, temasuk masalah hijab, bisa meminimalisir terjadinya krisis sosial. Psikolog asal AS, Paul Vitz dalam bukunya Agama, Pemerintah, dan Krisis Keluarga menulis: "Akar persoalan dan masalah yang menjerat Barat sejatinya kembali pada pernyataan Nietzsche yang berkelakar bahwa Tuhan telah mati. Sehingga kita bisa berbuat apa saja". Paul Vitz berpendapat: "Agama memiliki kaitan erat dengan kelestarian keluarga. Selama sekularisme, individualisme, konsumerisme, dan dekadensi moral masih menguasai peradaban Barat, maka proses keruntuhan institusi keluarga dan moral akan terus berlanjut".
Sebagai penutup acara ini, laporan penelitian Agama, Sekularisme dan Hijab dalam kehidupan sehari-hari di Turki menunjukkan bahwa selama empat tahun belakangan, jumlah kaum perempuan berhijab di Turki meningkat lima persen, dari 64,2 persen menjadi 69,4 persen.
Secara naluriah, manusia tertarik dengan penampilan luar. Kecendrungan ini lebih kuat di kalangan perempuan. Karenanya, kesucian perempuan dalam berbusana, sejatinya merupakan perangkat pengendali hawa nafsu dan mencegah terjadinya sikap pamer diri. Di mata ahli fiqih, hijab adalah sebentuk pakaian yang dikenakan perempuan untuk menutupi tubuhnya dari pandangan lelaki non-muhrim. Allash swt dalam surat Nur ayat 31 berfirman: "Katakanlah pada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali pada suami mereka atau ayah mereka".
Busana hijab yang islami adalah busana yang bisa menutupi tubuh manusia dan terhindar dari kesan memamerkan keindahan tubuh. Jika seorang perempuan mengenakan busana hijabnya secara sempuran, sejatinya ia telah memperhatikan masalah kesucian dalam berpakaian. Hijab juga bisa meminimalisir aksi pelecehan terhadap perempuan. Dalam hadis-hadis Nabi, perempuan diibaratkan laksana wewangi harum ataupun setangkai bunga yang lembut. Karena itu, kelembutan dan kesuciannanya harus selalu terjaga. Mengenai hal ini, Allah swt dalam surat Al-Ahzab, ayat 59 berfirman: "Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuan dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya, ke suluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu".
Para ilmuan berpendapat, filosofi diperintahkannya hijab bagi kaum perempuan adalah untuk menyucikan masyarakat, memperkuat keluarga, menjaga harga diri dan posisi perempuan. Ayatollah syahid Motahhari menuturkan: "Filosofi busana muslimah bermula dari masalah yang universal dan mendasar. Islam ingin membatasi segala bentuk kelezatan seksual, baik secara visual, sentuhan maupun bentuk lainnya, hanya terbatas di lingkungan keluarga, dan dalam ikatan pernikahan resmi. Kaum perempuan diperbolehkan berkumpul dengan lelaki non-muhrim, hanya ketika bekerja dan beraktifitas sosial". Dengan demikian, hijab merupakan salah satu faktor yang bisa menciptakan masyarakat yang sehat, dan terjaga dari dekadensi moral. Sehingga manusia bisa memahami nilai-nilai luhur yang sejati dan sempurna.
Saat ini, hijab telah melampaui batas-batas budaya Timur dan Barat. Ketertarikan kaum perempuan untuk mengenakan busana hijab semakin meningkat di berbagai negara. Penulis Barat, Helen Watson, mengkaji beragam pandangan perempuan berhijab di berbagai negara dalam menyikapi fenomena baru kesadaran kaum perempuan untuk berhijab. Dalam tulisannya itu Helen mewawancarai, seorang muslimah Inggris bernama Nadia yang saat ini menjadi mahasiswi jurusan kedokteran. Sejak berumur 16 tahun, Nadia mengenakan busana muslimah. Ketika diminta komentarnya mengenai hijab, Nadia menyatakan: "Kebebasan sejati adalah saat seseorang bisa leluasa melakukan aktifitas sosialnya tanpa harus memerkan kecantikan dirinya. Menurut saya, nilai manusia iotu terletak pada pemikirannya, bukan pada pakaian lahirnya. Saya harus katakan juga, bahwa pilihan mengenakan hijab adalah keputusan pribadi saya. Bagi saya berbusana hijab, adalah simbol kesetiaan dan janji kita, sebagaimana jika kita memakai cincin pernikahan."
Sementara itu, menurut Maryam, muslimah lainnya asal Aljazair, yang telah bermukim di Perancis selama 10 tahun, dan bekerja sebagai buruh pabrik, hijab telah memberikan kebebasan yang lebih padanya di lingkungan kerja. Maryam menuturkan: "Saya adalah perempuan yang berpegang teguh pada malu dan kesucian. Mengenakan hijab, justru membuat kesulitan di tempat kerja saya menjadi lebih mudah. Pada dasarnya, hijab bukanlah ancaman bagi saya.
Helen Watson di akhir kajiannya menyimpulkan, bahwa hijab bagi Nadia dan perempuan sepertinya, merupakan simbol nyata dari iman dan akidah serta sumber kebanggaan bagi mereka. Helen dalam telaahnya itu, tak juga menemukan pandangan perempuan muslimah yang menganggap hijab sebagai masalah yang bisa merendahkan martabat kaum perempuan. Menurutnya, hijab merupakan penegasan nyata untuk menjaga nilai-nilai spritual, dan pentingnya menghidupkan kembali sistem moral. Akhirnya, Helen Watson berkesimpulan, hijab bagi mereka yang terampas hak-hak sosialnya, dan masyarakatnya mengalami krisis sosial, bisa dijadikan sebagai alat protes terhadap konsumerisme dan westernisasi.
Para ilmuan berkeyakinan, diabaikannya masalah hijab bisa menyebabkan martabat kewanitaan kaum perempuan dipertanyakan. Suatu masyarakat yang terbiasa menggunakan perempuan sebagai komoditas ekonomi, niscaya bakal mengalami krisis identitas, kebejatan moral dan berbagai masalah sosial lainnya. Gholam Ali Haddad-Adel, Ketua Parlemen Republik Islam Iran, dalam bukunya, Budaya Telanjang dan Ketelanjangan Budaya, menulis: "Mengenakan hijab secara tidak sempurna, bisa merendahkan martabat perempuan, hingga bisa menghinakkanya menjadi semacam barang dagang. Perempuan yang memamerkan tubuhnya di muka umum, sejatinya tidak lagi memperhatikan identitas kemanusiaan yang disangdangnya. Perempuan semacam itu, pada dasarnya telah menjadi tawanan bagi dirinya sendiri. Ia seperti pemilik toko yang selalu sibuk memikirkan untuk mengubah dekorasi dan etalase tokonya.
Sesungguhnya, mengabaikan hijab, justru bisa merendahkan kedudukan kaum perempuan. Beberapa waktu lalu, salah satu jalan protokol di kota Victoria, Australia, dipasang sebuah papan iklan yang menggambarkan perempuan sebagai alat pemuas seksual. Iklan tersebut sepertinya hendak mengajarkan kepada generasi muda bahwa perempuan bisa dilecehkan. Lembaga Anti-Perdagangan Perempuan Asia Pasifik dalam laporannya menyatakan: "Kini kita hidup dalam dunia bebas yang penuh dengan kebejatan moral. Dalam beberapa dekade terakhir ini kita kian dipenuhi dengan produksi komoditas seksual dan pemanfaatan perempuan sebagai alat bisnis. Selain itu, saat ini kita banyak menjumpai berbagai bentuk kebejatan moral yang bisa merendahkan martabat kaum perempuan. Tenu saja masalah ini memerlukan kajian dan telaah yang mendalam."
Institusi keluarga adalah ikatan pernikahan yang paling suci. Untuk mempertahankan institusi sosial yang paling mendasar ini, hijab dan kesucian merupakan faktor penting yang amat berpengaruh dalam mempertahankan keberadaan institusi keluarga. Para ilmuan sosial meyakini, sikap memegang teguh akidah dan hukum agama, temasuk masalah hijab, bisa meminimalisir terjadinya krisis sosial. Psikolog asal AS, Paul Vitz dalam bukunya Agama, Pemerintah, dan Krisis Keluarga menulis: "Akar persoalan dan masalah yang menjerat Barat sejatinya kembali pada pernyataan Nietzsche yang berkelakar bahwa Tuhan telah mati. Sehingga kita bisa berbuat apa saja". Paul Vitz berpendapat: "Agama memiliki kaitan erat dengan kelestarian keluarga. Selama sekularisme, individualisme, konsumerisme, dan dekadensi moral masih menguasai peradaban Barat, maka proses keruntuhan institusi keluarga dan moral akan terus berlanjut".
Sebagai penutup acara ini, laporan penelitian Agama, Sekularisme dan Hijab dalam kehidupan sehari-hari di Turki menunjukkan bahwa selama empat tahun belakangan, jumlah kaum perempuan berhijab di Turki meningkat lima persen, dari 64,2 persen menjadi 69,4 persen.
KEUTAMAAN HIJAB
Pertama, Hijab merupakan tanda ketaatan seorang muslimah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah telah mewajibkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya berdasarkan firmanNya:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36)
Allah juga telah memerintahkan para wanita untuk menggunakan hijab sebagaimana firman Allah:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (QS. An Nuur: 31)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah.” (QS. Al Ahzab: 33)
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Kedua, Hijab itu Iffah (Menjaga diri).
Allah menjadikan kewajiban menggunakan hijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan diri dari maksiat). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindar dan menahan diri dari perbuatan dosa, karena itulah Allah menjelaskan manfaat dari hijab ini, “karena itu mereka tidak diganggu.” Ketika seorang muslimah memakai hijabnya dengan benar maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka dan pada firman Allah “karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan berupa godaan dan timbulnya minat untuk melakukan kejahatan bagi mereka.
Ketiga, Hijab itu kesucian.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
Allah subhanahu wa ta’ala menyifati hijab sebagai kesucian bagi hati orang-orang mukmin, laki-laki maupun perempuan. Karena mata bila tidak melihat maka hati pun tidak akan bernafsu. Pada keadaan ini maka hati yang tidak melihat maka akan lebih suci. Keadaan fitnah (cobaan) bagi orang yang banyak melihat keindahan tubuh wanita lebih jelas dan lebih nampak. Hijab merupakan pelindung yang dapat menghancurkan keinginan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya, Allah berfirman:
إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
“Jika kalian adalah wanita yang bertakwa maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab: 32)
Keempat, Hijab adalah pelindung.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Kelima, Hijab itu adalah ketakwaan.
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf: 26)
Keenam, Hijab menunjukkan keimanan.
Allah subhanahu wa ta’ala tidaklah berfirman tentang hijab kecuali bagi wanita-wanita yang beriman, sebagaimana firmannya, “Dan katakanlah kepada wanita-wanita beriman.” (QS. An-Nuur: 31), juga firman-Nya: “Dan istri-istri orang beriman.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Dalam ayat-ayat di atas Allah menghimbau kepada wanita beriman untuk memakai hijab yang menutupi tubuhnya. Ketika seorang wanita yang benar imannya mendengar ayat ini maka tentu ia akan melaksanakan perintah Tuhannya dengan senang hati. Maka bagaimanakah iman seorang wanita yang mengetahui ada perintah dari Rabbnya kemudian ia tidak melaksanakannya, bahkan ia melanggarnya dengan terang-terangan di hadapan umum !!! (contohnya mengumbar aurat di muka umum).
Ketujuh, Hijab adalah rasa malu.
Rasulullah bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الْأُوْلىَ : إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Sesungguhnya yang didapatkan manusia pada ucapan nubuwwah yang pertama kali: Jika kalian tidak malu maka lakukanlah perbuatan sesuka kalian.” (HR. Bukhari)
Wanita yang mengumbar auratnya tidak disangsikan lagi bahwa tidak ada rasa malu darinya, ia mengumbar auratnya di mana-mana tanpa ada perasaan risih darinya, ia menampilkan perhiasan yang tidak selayaknya dibuka, ia memamerkan barang berharganya yang pantasnya hanya layak untuk ia berikan kepada suaminya, ia membuka sesuatu yang Allah perintahkan untuk menutupnya!
Kedelapan, Hijab adalah ghirah (rasa cemburu).
Hijab berbanding dengan perasaan cemburu yang menghinggapi seorang wanita sempurna yang tidak senang dengan pandangan-pandangan khianat yang tertuju pada istri dan anak wanitanya. Betapa banyak pertikaian yang terjadi karena wanita, betapa banyak tindakan buruk yang terjadi kepada wanita serta betapa banyak seorang lelaki gagah yang menjadi rusak karena wanita. Wahai para wanita jagalah aurat kalian supaya kalian menjadi wanita-wanita yang terhormat! Wahai para lelaki perintahkanlah kepada keluargamu untuk menutup auratnya dan cemburulah kepada orang-orang dekatmu yang membuka auratnya di hadapan orang lain karena tidak ada kebaikan bagi seseorang yang tidak mempunyai perasaan cemburu!.
Allah telah mewajibkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya berdasarkan firmanNya:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36)
Allah juga telah memerintahkan para wanita untuk menggunakan hijab sebagaimana firman Allah:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (QS. An Nuur: 31)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah.” (QS. Al Ahzab: 33)
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Kedua, Hijab itu Iffah (Menjaga diri).
Allah menjadikan kewajiban menggunakan hijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan diri dari maksiat). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59)
Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindar dan menahan diri dari perbuatan dosa, karena itulah Allah menjelaskan manfaat dari hijab ini, “karena itu mereka tidak diganggu.” Ketika seorang muslimah memakai hijabnya dengan benar maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka dan pada firman Allah “karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan berupa godaan dan timbulnya minat untuk melakukan kejahatan bagi mereka.
Ketiga, Hijab itu kesucian.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)
Allah subhanahu wa ta’ala menyifati hijab sebagai kesucian bagi hati orang-orang mukmin, laki-laki maupun perempuan. Karena mata bila tidak melihat maka hati pun tidak akan bernafsu. Pada keadaan ini maka hati yang tidak melihat maka akan lebih suci. Keadaan fitnah (cobaan) bagi orang yang banyak melihat keindahan tubuh wanita lebih jelas dan lebih nampak. Hijab merupakan pelindung yang dapat menghancurkan keinginan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya, Allah berfirman:
إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
“Jika kalian adalah wanita yang bertakwa maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab: 32)
Keempat, Hijab adalah pelindung.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Kelima, Hijab itu adalah ketakwaan.
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf: 26)
Keenam, Hijab menunjukkan keimanan.
Allah subhanahu wa ta’ala tidaklah berfirman tentang hijab kecuali bagi wanita-wanita yang beriman, sebagaimana firmannya, “Dan katakanlah kepada wanita-wanita beriman.” (QS. An-Nuur: 31), juga firman-Nya: “Dan istri-istri orang beriman.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Dalam ayat-ayat di atas Allah menghimbau kepada wanita beriman untuk memakai hijab yang menutupi tubuhnya. Ketika seorang wanita yang benar imannya mendengar ayat ini maka tentu ia akan melaksanakan perintah Tuhannya dengan senang hati. Maka bagaimanakah iman seorang wanita yang mengetahui ada perintah dari Rabbnya kemudian ia tidak melaksanakannya, bahkan ia melanggarnya dengan terang-terangan di hadapan umum !!! (contohnya mengumbar aurat di muka umum).
Ketujuh, Hijab adalah rasa malu.
Rasulullah bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الْأُوْلىَ : إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
“Sesungguhnya yang didapatkan manusia pada ucapan nubuwwah yang pertama kali: Jika kalian tidak malu maka lakukanlah perbuatan sesuka kalian.” (HR. Bukhari)
Wanita yang mengumbar auratnya tidak disangsikan lagi bahwa tidak ada rasa malu darinya, ia mengumbar auratnya di mana-mana tanpa ada perasaan risih darinya, ia menampilkan perhiasan yang tidak selayaknya dibuka, ia memamerkan barang berharganya yang pantasnya hanya layak untuk ia berikan kepada suaminya, ia membuka sesuatu yang Allah perintahkan untuk menutupnya!
Kedelapan, Hijab adalah ghirah (rasa cemburu).
Hijab berbanding dengan perasaan cemburu yang menghinggapi seorang wanita sempurna yang tidak senang dengan pandangan-pandangan khianat yang tertuju pada istri dan anak wanitanya. Betapa banyak pertikaian yang terjadi karena wanita, betapa banyak tindakan buruk yang terjadi kepada wanita serta betapa banyak seorang lelaki gagah yang menjadi rusak karena wanita. Wahai para wanita jagalah aurat kalian supaya kalian menjadi wanita-wanita yang terhormat! Wahai para lelaki perintahkanlah kepada keluargamu untuk menutup auratnya dan cemburulah kepada orang-orang dekatmu yang membuka auratnya di hadapan orang lain karena tidak ada kebaikan bagi seseorang yang tidak mempunyai perasaan cemburu!.
HIJAB BAGI WANITA
Al-Hijab berasal dari kata hajaban yang artinya menutupi, dengan kata lain al-Hijab adalah benda yang menutupi sesuatu, menurut al-Jarjani dalam kitabnya at-Ta’rifat mendefinisikan al-Hijab adalah setiap sesuatu yang terhalang dari pencarian kita, dalam arti bahasa berarti man’u yaitu mencegah, contohnya: Mencegah diri kita dari penglihatan orang lain.
Dari berbagai pengertian bahasa yang di atas maka kita bisa mengambil sebuah kesimpulan seperti apa yang dikatakan oleh Al-Zabidy dalam kitabnya Taj al-‘Urus bahwa yang dimaksud dengan al-Hijab adalah segala sesuatu yang menghalangi antara kedua belah pihak. Artinya ada sebuah benda yang menghalangi penglihatan kita terhadap orang lain, contohnya, ketika ada dua orang sedang berbicara, tetapi ditengah-tengah mereka terdapat tembok yang besar, sehingga dengan adanya tembok yang besar itu, mengakibatkan kedua orang itu tidak melihat satu sama lain. nah…tembok inilah yang dinamakan al-Hijab.
Sedangkan menurut istilah syara’, al-Hijab adalah suatu tabir yang menutupi semua anggota badan wanita, kecuali wajah dan kedua telapak tangan dari penglihatan orang lain. Dalam agama kita yaitu Islam, hal ini bertujuan untuk menghindari fitnah di antara dua jenis manusia yang berbeda, yaitu pria dan wanita, dikarenakan dari ujung rambut hingga ujung kaki bagi wanita, semua merupakan aurat yang harus ditutupi, kecuali telapak tangan dan wajah tentunya. Sedangkan bagi kaum pria, bertujuan agar bisa Ghadul Bashar atau menundukan pandangan, selain itu juga dapat mencegah dari perbuatan berkhalwat atau berdua-duaan ditempat sepi antara lawan jenis, dan lain sebagainya yang bertujuan untuk mehindari dari berbagai bentuk maksiat yang dibisikan syeitan melalu pendengaran kita. Karena syeitan akan terus menggoda hingga orang yang dituju syeitan itu bisa mengikuti perintah dan langkah syeitan. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah
Dalam al-Qur’an pun disebutkan tentang al-Hijab ini, walaupun satu ayat, tetapi bermakna sangat dalam sekali terhadap definisi al-Hijab itu sendiri, sehingga ayat ini diberi nama dengan “Ayat Hijab”, ayat ini terdapat di surat al-Ahzab ayat 53, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
Ayat ini turun berkenaan dengan hak istri-istrinya Nabi Muhammad Saw.. Pada suatu ketika Umar bin Khaththab ra. Bertanya kepada Nabi Muhammad Saw. tentang kewajiban memakai hijab bagi istri-istrinya Nabi Muhammad Saw. ketika bertemu dengan orang lain, maka turunlah ayat tersebut sebagai jawaban. Sedangkan dalam kitab al-Islam wa Qadhaya al-Mar’ah al-Mu’ashirah di katakan bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan kekhawatiran Nabi Muhammad Saw. terhadap kecantikan istri beliau. yaitu Zainab binti Jahsy.
Selain itu, tujuan dari ayat di atas terhadap istri-istri Nabi Muhammad Saw. adalah agar mewajibkan kepada mereka (istri-istri Nabi Muhammad Saw.) untuk menutupi semua anggota badan selain wajah dan telapak tangan, dengan memakai tabir ketika berada di antara orang lain yang bukan muhrim.
Sedangkan yang dimaksud dengan al-Hijab pada ayat di atas adalah, tabir pembatas yang menghalangi wanita dari penglihatan orang lain, tetapi bukan sesuatu yang dipakai seperti pakaian, celana maupun jilbab akan tetapi berbentuk sebuah pemisah seperti tembok, hordeng dan lain sebagainya. Mengacu pada ayat di atas bahwa ketika pada zaman Nabi Muhammad Saw., ada orang asing yang datang kepada istri beliau untuk bertemu dikarenakan ada sesuatu urusan, maka Nabi pun mengizinkannya akan tetapi memerintahkan agar istrinya bertemu dibalik tabir. Al-Hijab dalam pengertian sebagai tabir penghalang tidak diwajibkan kepada wanita yang bukan istri Nabi Muhammad Saw., perintah Nabi di atas bukan perintah untuk semua wanita, tetapi khusus bagi istrinya beliau saja.
Oleh karena itu, di zaman sekarang tidak ada satu pun wanita yang melakukan seperti itu, dikarenakan kekhususannya. Coba bayangkan jika itu tidak dikhususkan akan tetapi malah diperintahkan oleh semua wanita, mungkin akan banyak efek dan kendala yang dihadapi oleh wanita, akan tidak adanya wanita karier, akan tidak adanya wanita yang berpolitik dan lain sebagainya. Belum lagi serangan-serangan dari para orientalis yang saat ini belum menemukan satupun kekurangan dalam Islam, mungkin akan mengkritik tentang masalah ini, jika seandainya perintah ini bagi seluruh wanita. Maka pantaslah jika Islam adalah agama yang mudah dan juga fleksibel bagi pemeluknya, sehingga pemeluknya pun tidak akan merasa keberatan ataupun kesusahan ketika menjalankan syariat-syariat Allah, sehingga malulah kita terhadap Allah SWT. yang memberikan kemudahan kepada umat Nabi Muhammad Saw. akan tetapi kita tidak menjalankan syariatnya Allah SWT, Na’udzubillah. Wallahu’alam
Langganan:
Postingan (Atom)